Jakarta – Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengatakan proses penegakan hukum pasti akan mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat.
“Pro kontra itu hal yang biasa,” ujar Jenderal Idham melalui siaran pers, Rabu.
Dia menambahkan bahwa jika ada yang tidak puas dengan proses hukum, maka ada mekanisme tersendiri yang bisa ditempuh, misalnya praperadilan.
“Para tersangka juga punya hak untuk mempraperadilankan Polri,” katanya.
Sebelumnya, Kapolri telah menerbitkan beberapa Surat Telegram Rahasia (STR) tentang upaya penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran wabah virus corona (COVID-19).
Pertama, STR Nomor 1098 tentang penanganan kejahatan yang berpotensi terjadi selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kedua, STR Nomor 1099 tentang penanganan kejahatan dalam ketersediaan bahan pokok.
Ketiga, STR Nomor 1100 tentang penanganan kejahatan di ruang siber selama masa wabah COVID-19.
Lalu keempat, STR Nomor 1101 tentang pedoman pelaksanaan tugas dalam mengatasi masalah keterbatasan jumlah APD, hand sanitizer dan alat kesehatan lainnya.
Yang kelima, STR Nomor 1102 tentang penumpang yang baru tiba atau pekerja migran dari negara yang endemis ataupun negara yang terjangkit COVID-19.
Diantara semua telegram yang diterbitkan di atas, Telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah adalah yang paling banyak mendapat kritikan dari sejumlah kalangan.
Secara keseluruhan, STR itu dikeluarkan untuk memberikan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran COVID-19, khususnya dalam pelaksanaan tugas kepolisian di bidang penegakan hukum yang diemban fungsi reserse kriminal dan jajarannya.
“Dalam konteks ini, penegakan hukum yang dilakukan Polri selama penyebaran COVID-19 pada prinsipnya sebuah pilihan terakhir atau Ultimum Remedium, yang mana Polri mengedepankan upaya preventif dan preemtif,” kata Kabag Penum Polri Kombes Pol Asep Adisaputra.
Asep menerangkan bila upaya preventif dan preemtif tak efektif, upaya penegakan hukum pun diambil dengan maksud memberikan kepastian hukum pada para pelanggar hukum.
Dia mencontohkan dalam penanganan kasus hoaks, Polri terus memberikan edukasi dan melakukan patroli siber secara konsisten namun saat upaya preventif dan preemtif tak efektif dalam penanganannya, maka tindakan tegas berupa penegakan hukum pun akan dilakukan.
“Substansinya, TR Bapak Kapolri ini menjadi panduan bagi penyidik dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum dan menjadi catatan penting, upaya penegakan hukum yang dilakukan Polri ini merupakan upaya yang paling akhir setelah upaya preventif dan preemtif dilakukan,” katanya. (Ant)