Jakarta – Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) sempat menyatakan bahwa mereka telah mengirimkan laporan transaksi janggal pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo, ke penegak hukum sejak 2012. Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochamad Praswad Nugraha mengakui hal itu.
Praswad menyatakan KPK memang pernah mendapatkan laporan transaksi janggal Rafael saat dia masih bertugas di lembaga itu. Praswad merupakan satu dari 57 pegawai KPK yang menjadi korban Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 2021.
Hal itu membuat para penyelidik dan penyidik harus membuat prioritas untuk menelusurinya. Posisi Rafael yang belum menjadi pejabat dengan posisi yang tinggi, menurut dia, membuat laporannya tidak menjadi prioritas.
“Sehingga KPK dulu juga bingung mau yang mana dulu yang ditanganin, mengingat posisi jabatan dan eselon Rafael Alun, pastinya bukan jadi prioritas,” ujar Praswad melalui pesan tertulis, Senin, 13 Maret 2023.
Menurut dia, untuk mengungkap kasus seperti ini tak terlalu rumit. Hanya saja, jumlah laporan yang mencapai ribuan membuat KPK kewalahan.
“Kasus ini tidak rumit, cuma laporan transaksi janggal itu sudah terlalu banyak. Ribuan kasus,” ujar Ketua lembaga IM57+ tersebut.
Nama Rafael Alun Trisambodo menjadi sorotan setelah kasus penganiayaan yang dilakukan putranya, Mario Dandy Satriyo, terhadap seorang remaja berusia 17 tahun di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Mario disebut kerap memamerkan harta kekayaan orang tuanya berupa mobil Jeep Rubicon dan motor gede Harley Davidson.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPK, Rafael mengaku memiliki harta sejumlah Rp 56,7 miliar. Nilai itu dianggap janggal oleh KPK karena posisi Rafael yang hanya sebagai pejabat Eselon III di Kementerian Keuangan.
PPATK pun mengeluarkan laporan hasil analisa (LHA) transaksi janggal Rafael yang nilai mutasinya mencapai Rp 500 miliar. Rafael diduga melakukan pencucian uang dengan modus menggunakan banyak nama dalam transaksi keuangan. Selain itu, PPATK menyebut adanya jaringan pencuci uang profesional di belakang Rafael.
Terbaru, PPATK dan KPK membekukan safe deposit box milik Rafael di sebuah bank. Dalam kotak penyimpanan itu, Rafael disebut menyimpan uang sebesar Rp 37 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Uang itu tak dilaporkan Rafael dalam LHKPN miliknya.
Kasus Rafael Alun ini lantas membuat berbagai pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan menjadi sorotan. Mereka diantaranya adalah Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Kepala Kantor Andhi Pramono, dan Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro. Ketiganya juga disebut memiliki harta kekayaan tidak wajar.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md, juga mengungkapkan adanya transaksi janggal senilai Rp 300 triliun yang dilakukan para pegawai Kementerian Keuangan dari rentang waktu 2009-2022. Nilai itu, tidak termasuk transaksi janggal Rafael Alun. (Ant)