NANTERRE – Ibu dari Nahel M, remaja 17 tahun yang tewas ditembak polisi dan kematiannya memicu kerusuhan di Perancis, mengatakan bahwa dia hanya menyalahkan petugas yang menembak mati anaknya. Kerusuhan Perancis membara selama tiga malam beruntun sejak Nahel tewas dalam razia polisi lalu lintas di Nanterre, pinggiran Paris, pada Selasa (27/6/2023) pagi waktu setempat. Video insiden yang direkam pengguna jalan menunjukkan dua polisi berdiri di sisi pengemudi mobil. Salah satunya menembakkan senjatanya ke pengemudi, tetapi tidak tampak langsung menimbulkan bahaya.
Menurut jaksa Nanterre yaitu Pascal Prache, polisi mengatakan bahwa dia menembakkan senjatanya karena takut Nahel akan menabrak seseorang dengan mobilnya. “Saya tidak menyalahkan polisi, saya menyalahkan satu orang, orang yang merenggut nyawa anakku,” kata ibu Nahel yaitu Mounia, kepada stasiun televisi France 5 dalam wawancara di depan kamera. Dikutip dari CNNpada Jumat (30/6/2023), Prache melanjutkan bahwa polisi diyakini bertindak ilegal dalam menggunakan senjatanya. Polisi itu kini sedang diselidiki secara formal atas kasus pembunuhan dan telah ditahan. Insiden kematian Nahel menghidupkan kembali perdebatan sengit di Perancis tentang diskriminasi dan kebijakan untuk golongan berpendapatan rendah serta komunitas multi-etnis.
Kementerian Dalam Negeri Perancis pada Minggu (2/7/2023) mengemukakan, berdasarkan penghitungan sementara, polisi telah melakukan 719 penangkapan dalam kerusuhan hingga Sabtu malam. Sementara itu, disebutkan ada 577 kendaraan dan 74 bangunan yang dibakar oleh pengunjuk rasa. Total 871 insiden kebakaran dilaporkan terjadi di jalan-jalan dan ruang publik lainnya. “Sekitar 45 polisi atau petugas Gendarmeri–cabang Angkatan Bersenjata Perancis yang berada di bawah yurisdiksi Kementerian Dalam Negeri–terluka,” kata Kemendagri Perancis, dikutip dari AFP. (Ant)